Hal ini akan ditandai adanya sinyal klinis, epidemiologis dan virologis. Sinyal klinis pandemi adalah terbukti terjadinya penularan antarmanusia. Sinyal virologis perlu diwaspadai, yaitu perubahan genetik karena virus mengandung material genetik manusia dan hewan maupun mutasi virus. Terdeteksinya secara dini virus baru merupakan ancaman akan ada pandemi. Sinyal epidemiologis penting karena sensitif dan dapat dipercaya untuk segera memulai tindakan penanggulangan sebelum ada konfirmasi virologis. Yaitu adanya kluster penderita atau kematian karena pneumonia yang tidak jelas penyebabnya, kluster pneumonia tanpa hubungan darah dan penularan yangterjadi pada petugas kesehatan yang merawat penderita. Demikian paparan dr Mukhtar Ihsan.
Ia mengacu pada pandemi influenza Spanyol pada tahun 1918 – 1919 terjadi beberapa gelombang dalam kurun waktu dua tahun dengan perkiraan kematian 40 juta orang. Begitu pula pandemi influenza Asia pada tahun 1957 – 1958 terjadi dalam dua gelombang yang menimbulkan jutaan korban jiwa.
Layanan medis dikatakannya tidak akan siap, sebab jumlah penderita sangat banyak, sedangkan persediaan obat antivirus serta vaksin interpandemi dan pandemi terbatas, fasilitas medis seperti ventilator dan unit perawatan intensif pun terbatas. Jadi tanpa intervensi, penyebaran internasional akan terjadi dalam sebulan.
Untuk itu perlu dilakukan pelatihan pandemi tingkat RS dan sarana kesehatan, tingkat sistem bersama subsistem lain, persediaan obat antivirus, pengadaan vaksin dan alat penunjang diagnosis. Tim pandemi RS perlu dibentuk untuk memobilisasi sumber daya, menyiapkan sarana medis serta pelatihan petugas.
Dr Priyanti Soepandi, ahli paru FKUI – RS Persahabatan menyatakan pula bahwa penanggulangan awal adalah isolasi penderita klinis, identifikasi orang tanpa gejala tetapi kontak erat dengan penderita, sekolah diliburkan dan penggunaan alat pelindung diri. Pengobatan antivirus oseltamivir diberikan pada waktu 48 jam pertama.
Maknanya adalah guna mengantisipasi pandemi Flu Babi, sistem kesiapsiagaan di Indonensia perlu segera dibenahi. Pemerintah dan masyarakat harus berjalan seiring serta bekerja sama untuk menghadapi hal ini. Sementara itu di Surabaya, Siti Ngaisah (31 tahun) tenaga kerja Indonesia dari Taiwan sempat dicurigai terkena Flu Babi. Namun setelah diisolasi dan diobservasi di RSU Soetomo, ia dinyatakan negatif. Jadi kita tetap waspada, tidak perlu panik, menjaga kesehatan dan kita perlu mengenal serta memahami Flu Babi ini dengan benar.
Sumber : Kompas, 07.05.2009